PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hakikat kehadiran setiap individu dalam
proses hidup ini diantaranya adalah mengemban status dan peran sebagai
‘terdidik dan mendidik’. Asumsi itulah yang menyebabkan kita semua apabila
memahami dan mengkaji tentang ‘peran atau fungsi guru’ dalam proses mendidik
diri sendiri dan peserta didik di sekolah tidak akan habis untuk
diperbincangkan, baik pada level masyarakat awam maupun level masyarakat
ilmuwan.
Dari beberapa kajian ilmiah berkaitan dengan fungsi dan peran guru dalam
proses pembelajaran tentang ilmu pengetahuan atau pola budaya pada peserta
didik, menyimpulkan bahwa kedudukan guru memegang peran sentral sebagai: (1)
Salah satu media pentransfer ilmu pengetahuan pada anak; (2) Pembimbing proses
perubahan pola perilaku kehidupan anak didik kearah lebih baik; dan (3)
Fasilitator/pengarah dalam proses pemecahan beragam problem peserta didik yang
berkaitan dengan proses pembelajaran dan persoalan pribadi sebagai warga masyarakat.
Agar setiap guru mampu menjalankan ketiga peran sentral tersebut, maka setiap
guru disepanjang waktu harus terus berjuang untuk meningkatkan kualitas
profesinya, khususnya berkaitan dengan kualitas pelayanan ketiga peran tersebut. Kualitas kompetensi
profesional guru adalah menyangkut: Kompetensi kepribadian; kompetensi sosial;
kompetensi paedagogik; dan kompetensi profesi.
Mengkaji tentang metode meningkatkan kualitas peran dan profesionalitas
guru dalam mentranfer ilmu (transfer of science), internalisasi dan transfer
nilai-norma (transfer of value and norm), dan sebagai pembimbing (guidance)
dalam proses perubahan perilaku peserta didik di sekolah, setiap guru dituntut
memiliki pemahaman dan sudut pandang secara multidimensional dalam proses
pemberian layanan pada peserta didik. Banyak wacana yang telah disampaikan oleh
para ahli, baik melalui media publikasi jurnal penelitian ilmiah, maupun buku
kajian ilmiah yang membahas tentang, bagaimana metode atau strategi yang dapat
ditempuh dalam meningkatkan kualitas kompetensi profesional guru di sekolah.
Salah satu bagian penting dari upaya meningkatkan kompetensi profesional
guru adalah, menumbuhkan motivasi guru untuk menulis, membuat karya lmiah atau
melakukan penelitian studi kasus. Penelitian Studi Kasus (Case Study) merupakan
salah satu bagian karya tulis ilmiah yang harus dikuasai oleh setiap guru, agar
proses layanan pembimbingan pada peserta didik di sekolah terus terjadi
peningkatan kualitas hasil pembelajaran siswa dan peningkatan kualitas kepribadian
siswa dan guru.
Studi kasus, seperti yang dirumuskan Robert K. Yin (2008;1), merupakan
sebuah metode yang mengacu pada penelitian yang mempunyai unsur how dan why
pada pertanyaan utama penelitiannya dan meneliti masalah-masalah kontemporer
(masa kini) serta sedikitnya peluang peneliti dalam mengontrol peritiswa
(kasus) yang ditelitinya.
Studi kasus merupakan suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di
dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks
tak tampak dengan tegas, dan dimana multisumber dimanfaatkan. (Yin, 2008:18)
Studi kasus sendiri, menurut Robert K.Yin dibagi kedalam tiga tipe yakni
studi kasus eksplanatoris, eksploratoris dan deskriptif. Ketiga tipe ini
berdasarkan kepada jenis dan tujuan dari pertanyaan penelitian.
Lebih lanjut, K. Yin Menjelaskan bahwa studi kasus memungkinkan peneliti
untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari
peristiwa-peristiwa kehidupan nyata seperti sirklus kehidupan nyata. Penjelasan
ini menjadi landasan bahwa studi kasus memiliki karakteristik penelitian
kualitatif dimana adanya latar alamiah.
PEMBAHASAN
Kamus
psikologi (kartono dan gulo, 2000) Menyebutkan ada dua pengertian tentang studi
kasus, yang pertama studi kasus merupakan suatu penelitian atau penyelidikan
intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seseorang atau beberapa
orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal, yang kedua
studi kasus merupakan informasi-informasi historis atau biografis tentang
seseorang individu, sering mencakup pengalamannya dalam terapi serta
menolongnya dalam usaha penyesuai diri (adjustment). Berikut ini definisi studi
kasus dari beberapa pakar dalam psikologi, yaitu :
1. Menurut
Dewa Ketut Sukardi (1983)
Studi
kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan
komprehensif.
2. Menurut
WS. Winkel (1995)
Studi
kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seseorang
murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian
yang lebih baik.
3. Menurut
I. Djumhur (1985)
Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari
seseorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri
yang lebih baik.
Jadi
berdasarkan pembahasan diatas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu
studi atau analisis komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan
alat mengenai gejala atau ciri-ciri karakteristik berbagai jenis masalah atau
tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok.
Ada
beberapa konsep penting yang perlu dipahami tentang apa sebenarnya
Penelitian Studi Kasus (Case Study
Research atau CSR). Hal ini penting untuk diketahui sebelum melakukan kegiatan
penelitian, karena masih banyak kalangan guru mata pelajaran, guru BP/BK,
atau peminat pendidikan yang menilai
bahwa CSR itu sama, baik dari segi pendekatan dan strategi analisis datanya
dengan penelitian kuantitatif. Berikut ini
beberapa karakteristik CSR di sekolah, antara lain:
- CSR merupakan salah satu bentuk strategi penelitian kualitatif yang berparadigma pospositivisme. Ada tiga paradigma penelitian kualitatif, yaitu: (a) Paradigma Pospositivis, yang memiliki lima macam Strategi Penelitian Kualitatif (SPK), yaitu: SPK Studi Kasus; SPK Etnografi; SPK Interaksionis Simbolik; SPK Naturalistis Inquiry; SPK Grounded Theory. (b) Paradigma Konstruktivis, yang memiliki tiga macam SPK, yaitu: SPK Etnometodologi; SPK Etnografi Teks; SPK Action Research/ Penelitian Tindakan. (c) Paradigma Posmodernis, yang memiliki satu SPK, yaitu SPK Pluralisme Inferensial (Bakri, M. (ed). 2002).
- CSR pendidikan merupakan suatu penelitian atau pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus (case) pendidikan (pembelajaran) dalam konteksnya secara natural (alami) tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Kasus (case) bisa dalam bentuk: (a) sederhana atau kompleks; (b) individual (kasus tunggal) atau kelompok (cluster / multi kasus); (c) statis atau dinamis (Yin, Robert, K. 1981; Creswell.J.W. 2005).
- CSR pendidikan lebih menjadi wilayah kegiatan penelitian ilmiah para guru BP/BK, sedangkan kegiatan penelitian guru mata pelajaran adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). CSR pendidikan berkaitan dengan upaya mencari pemecahan kasus yang dihadapi oleh peserta didik, baik secara individu atau kelompok, baik berkaitan dengan kesulitan belajar, masalah karir dan masalah kepribadian menyimpang.
- Kasus yang diangkat dalam penelitian harus memenuhi dua hal yaitu: (a) spesifik dan (b) mempunyai batasan (bounded system) yang jelas (Salim,A. 2001). Selain itu, penelitian studi kasus dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu: (a) Studi kasus ekspalanatoris; (b) Studi kasus eksploratoris; dan (c) Studi kasus deskriptif (Yin, Robert, K. 1981).
- CSR pendidikan yang dilakukan guru BP/BK di sekolah lebih banyak menggunakan tipe Studi kasus deskriptif, dengan model analisis datanya bersifat deskriptif kualitatif atau interaksional (siklus).
Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa
sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari
pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk
mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta
lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan dalam
hidupnya, serta tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.
a. Studi
kasus kesejarahan mengenai organisasi, dipusatkan pada perhatian organisasi
tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, dengan rnenelusuri perkembangan
organisasinya. Studi ini sering kurang memungkinkan untuk diselenggarakan,
karena sumbernya kurang mencukupi untuk dikerjakan secara maksimal.
b. Studi kasus observasi, mengutamakan teknik
pengumpulan datanya melalui observasi peran serta atau pelibatan (participant
observation), sedangkan fokus studinya pada suatu organisasi atau kelompok tertentu.
Bagian-bagian organisasi yang menjadi fokus studinya antara lain: (a) suatu
tempat tertentu di dalam sekolah; (b) satu kelompok siswa; (c) kegiatan
sekolah.
c. Studi
kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu orang dengan maksud
mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah yang khas.
Wawancara sejarah hidup biasanya mengungkap konsep karier, pengabdian hidup
seseorang, dan lahir hingga sekarang. masa remaja, sekolah. topik persahabatan
dan topik tertentu lainnya.
d. Studi
kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan (community
study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau masyarakat sekitar
(kornunitas), bukannya pada satu organisasi tertentu bagaimana studi kasus
organisasi dan studi kasus observasi.
e. Studi
kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis situasi
terhadap peristiwa atau kejadian tertentu.
Mikroethnografi, merupakan jenis studi
kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang sangat kecil, seperti suatu bagian
sebuah ruang kelas atau suatu kegiatan organisasi yang sangat spesifik pada
anak-anak yang sedang belajar menggambar.
Stake
(2005) membagi penelitian studi kasus menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Penelitian studi kasus mendalam
2. Penelitian studi kasus intrumental
3. Penelitian studi kasus jamak
E.
Langkah-Langkah
Penelitian Studi Kasus
1. Pemilihan
kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive)
dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan
objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit sosial.
Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat
diselesaikan dengan batas waktu dan sumber-sumber yang tersedia;
2. Pengumpulan
data: terdapat beberapa teknik dalam pengumpulan data, tetapi yang lebih
dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis
dokumentasi.
3. Analisis
data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengorganisasi, dan
mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola.
4. Perbaikan
(refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus
hendaknya dilakukan penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori yang
telah ditemukan.
5.
Penulisan laporan: laporan
hendaknya ditulis secara komunikatif, mudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu
gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnemudahkan pembaca untuk
memahami seluruh informasi penting.
- Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umum atau bahkan dengan kepentingan nasional.
- Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan oleh kedalaman dan keluasan data yang digali peneliti dan kasusnya mampu diselesaikan oleh penelitinya dengan balk dan tepat meskipun dihadang oleh berbagai keterbatasan.
- Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang berbeda-beda.
- Studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja, baik yang mendukung pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan pninsi selektifitas
- Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikasi pada pembaca.
1. Menentukan dengan membatasi kasus.
Tahapan
ini adalah upaya untuk memahami kasus, atau dengan kata lain membangun konsep
tentang obyek penelitian yang diposisikan sebagai kasus. Dengan mengetahui dan
memahami kasus yang akan diteliti, peneliti tidak akan salah atau tersesat di
dalam menentukan kasus penelitiannya. Pada proposal penelitian, bentuknya
adalah latar belakang penelitian.
2. Memilih
fenomena, tema atau isu penelitian.
Pada
tahapan ini, peneliti membangun pertanyaan penelitian berdasarkan konsep kasus
yang diketahuinya dan latar belakang keinginannya untuk meneliti. Pertanyaan
penelitian dibangun dengan sudah mengandung fenomena, tema atau isu penelitian
yang dituju di dalam proses pelaksanaan penelitian.
3. Memilih bentuk-bentuk data yang akan dicari
dan dikumpulkan.
Data dan bentuk data dibutuhkan untuk
mengembangkan isu di dalam penelitian. Penentuan data yang dipilih disesuaikan
dengan karakteristik kasus yang diteliti. Pada umumnya bentuk pengumpulan
datanya adalah wawancara baik individu maupun kelompok; pengamatan lapangan;
peninggalan atau artefak; dan dokumen.
4. Melakukan
kajian triangulasi terhadap kunci-kunci pengamatan lapangan, dan dasar-dasar
untuk melakukan interpretasi terhadap data. Tujuannya adalah agar data yang
diperoleh adalah benar, tepat dan akurat. 5. Menentukan interpretasi-interpretasi alternatif untuk diteliti.
Alternatif
interpretasi dibutuhkan untuk menentukan interpretasi yang sesuai dengan
kondisi dan keadaan kasus dengan maksud dan tujuan penelitian. Setiap
interpretasi dapat menggambarkan makna-makna yang terdapat di dalam kasus, yang
jika diintegrasikan dapat menggambarkan keseluruhan kasus.
6. Membangun
dan menentukan hal-hal penting dan melakukan generalisasi dari hasil-hasil
penelitian terhadap kasus. Stake (2005, 2006) selalu menekankan tentang
pentingnya untuk selalu mengeksploasi dan menjelaskan hal-hal penting yang khas
yang terdapat di dalam kasus. Karena pada dasarnya kasus dipilih karena
diperkirakan mengandung kekhususannya sendiri. Sedangkan generalisasi untuk
menunjukkan posisi hal-hal penting atau kekhususan dari kasus tersebut di dalam
peta pengetahuan yang sudah terbangun.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, studi kasus
adalah suatu studi atau analisis komprehensif dengan menggunakan berbagai
teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri karakteristik berbagai
jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok.
Mantap mbak
Joss